CIANJUR, TRIBUN – Nasib buruk menimpa Muflihat Binti Makmur (37), Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Kabupaten Cianjur yang bekerja di Arab Saudi. Ia terpaksa pulang dengan luka lebam di mata kiri dan tulang iga patah akibat dianiaya majikannya sendiri. Tidak hanya itu, selama 5 tahun bekerja di Arab Saudi, warga Kampung Depok RT 02/05 Desa Sukaluyu Kecamatan Cijati ini hanya menerima upah Rp 200 ribu.
Ditemui wartawan di rumah Syahiroh (68) neneknya di Gang Harapan I Kelurahan Sawahgede Kecamatan Cianjur Sabtu (4/3) malam, Muflihat tampak terbaring lemah di atas tikar. Sejak pulang ke Cianjur Sabtu (25/2) malam lalu, ibu satu anak ini hanya bisa tidur terlentang di atas tikar akibat tulang iganya patah. Mata kirinya masih sulit melihat dengan jelas meski sudah tidak terlihat lebam.
“Saya kerap disiksa sama majikan wanita saya karena lambat mengerjakan tugas. Kadang-kadang punggung saya dipukul sapu. Malah, beberapa kali majikan wanita saya juga kerap membenturkan kepala saya ke tembok sampai saya sakit kepala. Pokoknya, selama lima tahun bekerja di sana , hampir setiap hari siksaan saya terima dari majikan,” kata Muflihat dengan tersendat. Saat itu, tatapan matanya terlihat kosong.
Menurut Muflihat, awal penyiksaan terjadi setelah ia baru bekerja 3 bulan di rumah 3 tingkat milik pasangan Mubarok-Badriah di Kota Abha Mekkah tahun 2001 lalu. Saat itu, kata Muflihat, Badriah terlihat marah dengan hasil pekerjaan yang dilakukannya. Ia pun langsung dipukuli dengan gagang sapu hingga nyaris sekujur tubuhnya lebam-lebam. Sejak saat itu, siksaan pun terus dialami Muflihat dari majikan wanitanya itu.
“Saya sempat menanyakan alamat rumah di Mekkah agar keluarga saya tahu di mana keberadaan saya. Namun, majikan saya malah marah dan balik menanyakan alamat rumah saya di Cianjur agar bisa mengirimi mereka surat . Saya kembali menanyakan surat untuk keluarga saya di Cianjur. Entah kesal dengan pertanyaan saya, sang majikan kembali memukulkan gagang sapu ke punggung saya dan kaki saya,” kata Muflihat.
Meski kerap minta pulang karena tak kuat menahan siksaan, kata Muflihat, majikannya tak pernah memberi izin. Setiap ditanya alasannya, majikannya tersebut kembali marah dan memukuli Muflihat. Akhirnya, hampir setiap hari Muflihat menjadi bulan-bulanan majikannya. Puncak penganiyaan dialami Muflihat setelah ia bekerja selama 2,5 tahun. Majikan wanitanya, kata Muflihat, tiba-tiba menancapkan pisau di punggungnya.
“Sudah banyak penyiksaan yang saya alami, alasannya selalu saja sama yaitu saya lambat menyelesaikan pekerjaan. Dua tahun setengah saya bekerja di sana , kemarahan majikan saya memuncak. Ia menancapkan pisau di punggung saya sehingga saya menderita luka cukup parah. Saya tidak ingat lagi kapan waktunya dan alasan kemarahannya karena sudah terlalu sering,” kata Muflihat. Sesaat ia berhenti berbicara karena sesak napas.
Muflihat sendiri berangkat ke Arab Saudi pada 6 Juni 2001 melalui jasa PT Citra Karya Semesta Klender Duren Sawit RT 08/08 Jakarta Timur. Data tersebut Tribun dari paspor hijau milik Muflihat, karena yang bersangkutan sudah tidak ingat lagi tanggal keberangkatan. Namun, dalam paspor tersebut, Muflihat tercatat lahir pada tahun 1907 sementara usia sebenarnya adalah 37 tahun.
“Kami masih belum bisa menentukan sikap apa-apa karena belum bermusyawarah dengan pihak PJTKI. Yang pasti sekarang tindakan kami adalah menyelamatkan Muflihat agar tidak sakit yang dideritanya sembuh. Soal tuntutan ke pihak PJTKI harus kami bicarakan dulu. Mudah-mudahan Muflihat bisa segera pulih,” kata Syahiroh nenek Muflihat saat ditanya mengenai langkah yang akan ditempuh menyikapi kasus cucunya itu. (tig/nn)
0 komentar:
Posting Komentar