Kemarin petang, di sebuah warnet, aku chatting dengan seorang perempuan yang sama sekali tak dikenal. Aku iseng-iseng menyapanya di yahoo messenger (YM) sambil menyelesaikan tugas mengetik berita. Yah, hitung-hitung hiburan daripada bete nulis berita terus. Rupanya dia membalas sapaanku. Perbincangan pun mengalir. Seperti seorang reporter yang tengah menjalankan tugas liputan, aku mulai bertanya asal usul perempuan itu. Dia menjawab dengan jujur (setidaknya aku percaya dengan jawabannya), mulai dari status, asal daerah, sampai tempatnya bekerja. Aku pun menceritakan statusku yang sudah berkeluarga dan memiliki satu anak. Rupanya, perempuan itu orang Indramayu dan sempat tinggal di Bandung, tepatnya di daerah Kopo. Namun, sejak menjanda 8 tahun lalu, perempuan yang mengaku sudah berusia 40 tahun ini hijrah ke Hongkong, bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW). Dia sendiri punya 3 anak yang sudah besar. Anak paling kecil sudah duduk di bangku SMA. Sementara anak tertua, sudah berusia sekitar 20 tahun.
“Saya sudah 8 tahun menjanda,” tulis perempuan itu menjawab pertanyaanku di YM. Aku tak bertanya alasan dia menjanda. Namun, aku penasaran dengan alasan dia pergi ke Hongkong dan bekerja menjadi TKW mengingat nasib TKW Indonesia kerap menderita di negeri orang. “Di sini, saya jadi pembantu rumah tangga (PRT),” jawabnya. “Ada berapa orang TKW Indonesia di Hongkong mbak?” tanyaku. Dia tidak bisa menjawab pasti. "Jumlahnya mencapai ratusan ribu," katanya. Menurut perempuan itu, menjadi PRT di Hongkong jelas lebih menguntungkan ketimbang jadi pembantu di Indonesia. “Kalau di Indonesia mah, jadi pembantu gajinya kecil. Mending jadi pembantu di sini (Hongkong). Gajinya lebih besar dari pegawai negeri sipil (PNS). Hahahaha,” perempuan itu menerangkan.
Setiap hari, perempuan itu mengaku bekerja selama 24 jam. Seluruh biaya sehari-hari, ditanggung oleh majikannya, termasuk makan. Hari Minggu adalah hari santai buat dia. Biasanya, waktu santai tersebut dia gunakan untuk berkumpul bersama pembantu lainnya di warnet, atau berlibur. “Harga warnet di sana berapa per jamnya?” tanyaku. “Sembilan dolar,” jawabnya. “Atau setara dengan Rp9.000,” katanya lagi. Wah, ternyata harga warnet di Hongkong mahal. “Emang mbak digaji berapa sebagai pembantu rumah tangga?” aku semakin penasaran. “Yah, sekitar Rp4 juta per bulan,” jawabnya. Aku tertegun dengan nilai uang yang disebutkannya. Gila, seorang PRT di Hongkong mendapat gaji sebesar Rp4 juta. Nyaris 3 kali lipat dari gajiku sebagai wartawan. Pantas saja, orang Indonesia banyak yang berlomba-lomba jadi TKW karena ingin mendapat gaji yang layak. Selain itu, perempuan itu mengaku merasa nyaman berada di Hongkong sehingga banyak TKW yang betah berlama-lama berada di sana.
Coba bandingkan gaji pembantu rumah tangga di Hongkong dengan Indonesia. Rata-rata, pembantu di Indonesia digaji sekitar Rp300 sampai 500 ribu per bulan. Itu pun atas persetujuan dan kebaikan sang majikan setelah terjadi tawar menawar harga. Menurut perempuan itu lagi, penegakan hukum mengenai upah TKW di Hongkong betul-betul diatur oleh negara dan ditegakkan aparat hukum. Majikan dan pekerja bisa dihukum jika melanggar aturan tersebut. Di Hongkong, negara juga melindungi hak-hak TKW untuk mendapat jatah libur. Mereka bisa refreshing sesuka hati menikmati hari bebas. Sementara di Indonesia, pembantu rumah tangga kebanyakan tidak punya waktu libur setiap minggunya. “Mbak, boleh tahu uangnya ke mana?” tanyaku. Perempuan itu menjelaskan bahwa uang hasil keringatnya sebagian ditabung, sebagian lagi dikirimkan buat anak-anak dan orangtuanya. Luar biasa! Anak pertamanya bahkan kuliah di Politeknik Institut Teknologi Bandung (ITB).
Selepas maghrib, perempuan itu pamit hendak off dari YM. Aku mempersilakannya. Namun, aku masih berharap bisa berbincang lagi dengannya mengenai suka duka bekerja sebagai PRT di Hongkong. “Mbak, kapan-kapan bisa ngobrol lagi? Aku tertarik dengan cerita mbak jadi TKW di Hongkong,” tanyaku. Dia menjawab singkat. “Ok,” ujarnya lantas mengucap salam. "Jangan lupa mbak, kalau ada yang informasi menarik soal TKW di Hongkong, kasih kabar. Via YM aja lagi," tulisku menutup pembicaraan.
wuihh....skr mah chating sama perempuan di YM uy! ;)