Senin, 06 Maret 2006

Siswa Belajar di Kelas Bocor

CIANJUR, TRIBUN – Sebanyak 118 dari 236 siswa SDN Sukawening Jalan Cikarethilir Desa Sukamaju Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur terpaksa harus belajar di ruang kelas yang rusak. Kondisi itu membuat proses belajar mengajar di sekolah yang berada di kawasan Cianjur Kota tersebut terganggu. Satu kelas bahkan kerap bocor jika hujan turun lantaran langit-langitnya banyak yang sudah berlubang.

Menurut Juartiningsih (47), seorang guru di sekolah tersebut, SDN Sukawening memiliki dua unit bangunan yang masing-masing terdiri atas 3 kelas. Dari dua unit bangunan tersebut, lanjut Juartiningsih, satu bangunan yang digunakan siswa kelas 1 sampai kelas 3 kondisinya sudah rusak. Juartiningsih mengatakan, sejak awal berdiri pada tahun 1980, bangunan tersebut memang belum pernah direhab.
“Memang sudah pernah ada rehab bangunan pada tahun 1984 dan tahun 2003 lalu. Tapi, hanya untuk satu unit bangunan sekolah yang digunakan siswa kelas 4 sampai kelas 6. Sementara satu unit bangunan lagi yang digunakan siswa kelas 1 sampai kelas 3 belum pernah direhab. Setiap ada kesempatan, kami selalu mengusulkan perbaikan satu unit bangunan sekolah ke pemerintah, tapi belum pernah disetujui,” kata Juartiningsih kepada wartawan, Senin (6/3).
Dikatakan Juartiningsih, meski kondisi bangunan sudah rusak, pihak sekolah tetap memaksakan proses belajar mengajar kelas 1 sampai 3 lantaran bangunan lainnya tidak sanggup menampung seluruh siswa di SDN Sukawening. Akibatnya, tambah guru yang sudah mengabdi sejak tahun 1984 itu, konsentrasi siswa dalam menangkap mata pelajaran menjadi terganggu. Terlebih lagi, lanjut Juartingingsih, jika hujan mulai turun.
“Ya, kalau hujan turun proses belajar mengajar memang tidak dihentikan. Tapi, ada beberapa kelas yang bocor karena langit-langitnya sudah banyak yang berlubang. Kalau musim kemarau juga tetap saja proses belajar mengajar terganggu karena ruang kelas jadi berdebu. Kami sebagai tenaga pengajar mengharapkan agar realisasi rehabilitasi bangunan sekolah bisa segera dilakukan,” harap Juartiningsih.
Hal yang sama dikatakan Enok Sunarti (29), guru lainnya di sekolah tersebut. Menurut Enok, pihaknya memang sudah pernah mengajukan permintaan rehab bangunan sekolah ke pihak Pemkab Cianjur. Namun, lanjutnya, hingga saat ini, pengajuan tersebut belum digubris oleh pemerintah. Kabarnya, tambah Enok, rehabilitasi bangunan sekolah yang rusak di SDN Sukawening baru akan dilakukan pada Maret ini.
“Yang saya dengar, realisasi rehab sekolah baru akan dilakukan pada Maret ini. Tapi, ternyata hingga saat ini masih belum ada lampu hijau dari pihak pemerintah menyoal rehab bangunan tersebut. Mudah-mudahan saja proyek rehab bisa dilakukan pada tahun ini sesuai dengan janji. Informasi yang beredar, SDN Sukawening memang jadi prioritas untuk direhab,” kata Enok. (tig/nn)

Read more »

Minggu, 05 Maret 2006

TKW Asal Cianjur Disiksa Majikan (3-Habis)

SEBUAH rumah kecil milik keluarga Makmur Junaedi (57) di Kampung Depok Desa Sukaluyu Kecamatan Cijati wilayah Cianjur Selatan tampak sepi, Sabtu (4/3) lalu. Tak terlihat kehidupan di rumah milik ayah Muflihat (37) tersebut. Sejumlah warga mengatakan Makmur tengah pergi ke Cianjur kota untuk menengok anaknya yang sakit setelah pulang dari Arab Saudi.

“Yang punya rumah sedang pergi ke Cianjur, katanya nengok Muflihat anaknya yang sakit setelah pulang dari Arab Saudi. Sejak pergi dari kampung ini lima tahun lalu, Muflihat memang seperti orang hilang, tak pernah terdengar kabar beritanya. Sekarang, orang di sini tahunya Muflihat pulang karena disiksa majikannya di Arab Saudi,” kata Cucum (40), kerabat Muflihat di Kampung Depok.

Kampung Depok sendiri berada jauh di pelosok wilayah Selatan Cianjur, sekitar 100 Km dari wilayah Cianjur kota . Untuk mencapai kampung tersebut, pengemudi kendaraan terlebih dahulu harus melalui jalan rusak dipenuhi lumpur sepanjang 15 Km dari Kecamatan Tanggeung. Jalan tersebut juga hanya bisa dilalui satu kendaraan roda empat, itu pun jenis kendaraan jeep.

“Sejak kembali dari Arab Saudi, Muflihat juga belum kembali ke kampungnya, sehingga saya tidak tahu persis bagaimana kondisi kesehatannya. Yang jelas, warga di sini tahunya Muflihat disiksa majikannya di Arab Saudi. Memang banyak sekali TKW yang berasal dari Kecamatan Cijati. Kebanyakan, keluarga tidak pernah tahu di mana keberadaan mereka,” kata Cucum.

Sementara itu Syahiroh (68) nenek Muflihat mengaku kaget begitu melihat cucunya tiba-tiba datang ke rumahnya Sabtu (25/2) malam sekitar pukul 23.00. Terlebih lagi setelah melihat kondisi Muflihat yang memprihatinkan dengan wajah dipenuhi luka lebam. Sebab, kata Syahiroh, keluarga sudah menganggap Muflihat hilang karena tak pernah mendengar kabar sama sekali.

“Saya dan Makmur ayah Muflihat beberapa kali pernah mendatangi PT Citra di Jakarta mempertanyakan alamat Muflihat di Mekah. Hanya saja pihak PT tidak pernah memberitahukannya. Bahkan kami pernah mendatangi paranormal untuk mengetahui keberadaan Muflihat. Akhirnya kami hanya bisa pasrah dan sempat menganggap Muflihat hilang,” kata Syahiroh. (tig/nn)

Read more »

TKW Asal Cianjur Disiksa Majikan (2)

Sempat Terjun dari Lantai 3

LANTARAN tak kuat menahan siksaan demi siksaan yang dilakukan majikan wanitanya, Muflihat (37) sempat terjun dari lantai 3 rumah majikannya pada 1 Februari 2006 lalu. Saat itu, sekitar pukul 24.00 waktu Arab Saudi atau 12.00 waktu Indonesia, kedua majikan Muflihat tengah tertidur pulas. Muflihat kemudian naik ke lantai 3 rumah dan menyambungkan sejumlah kerudung, gamis, serta sorban hingga membentuk sebuah tali panjang.

Dengan pakaian yang disambung itulah, Muflihat terjun dari lantai 3 rumah. Namun, sambungan sorban, kerudung, dan gamis hanya mencapai lantai dua rumah majikannya. Lantaran tekadnya untuk kabur sudah bulat, Muflihat pun melompat dari lantai dua hingga kaki kirinya terkilir. Ia kemudian berlari sambil menahan sakit di kaki kirinya selama 1,5 jam. Langkahnya baru terhenti setelah sejumlah lelaki tak dikenal menemukan Muflihat tengah berjalan di kegelapan malam Kota Abha.

“Pria itu kemudian menelepon polisi dan membawa saya ke Rumah Sakit Al-Madani. Di sana , saya sempat dirawat selama 16 hari sebelum akhirnya kembali dibawa ke rumah majikan. Meski menderita sakit, majikan saya tak pernah berhenti menyuruh saya bekerja hingga akhirnya saya diperbolehkan pulang. Majikan saya juga mengantarkan sampai Bandara Riyadh,” kata Muflihat. Sesaat setelah menceritakan pengalamannya, ia mengerang kesakitan.

Syahiroh (68) nenek Muflihat, mengaku prihatin dengan peristiwa yang dialami cucunya. Dua hari setelah Muflihat pulang atau Selasa (28/2), ia pun membawa Muflihat ke RSUD Cianjur untuk diperiksa. Dikatakan Syahiroh, Muflihat harus dirawat inap karena menderita patah tulang iga. Namun, kata Syahiroh, lantaran tidak punya uang untuk biaya rumah sakit, Muflihat akhirnya kembali dibawa pulang. “Saya tidak punya uang untuk biaya berobat. Demikian pula dengan Makmur, ayah Muflihat,” kata Syahiroh.

Menurut Syahiroh, saat tiba di rumahnya, Muflihat sama sekali tidak membawa apa-apa selain baju pemberian majikan yang dipakainya saat itu. Tidak hanya itu, kata Syahiroh, cucunya itu hanya mengantongi uang sebesar Rp 200 ribu. Padahal, kata Syahiroh, Muflihat bekerja sudah lima tahun di Arab Saudi. “Jangankan uang, baju saja tidak ada,” kata Syahiroh. (tig/nn)

Read more »

TKW Asal Cianjur Disiksa Majikan (1)

CIANJUR, TRIBUN – Nasib buruk menimpa Muflihat Binti Makmur (37), Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Kabupaten Cianjur yang bekerja di Arab Saudi. Ia terpaksa pulang dengan luka lebam di mata kiri dan tulang iga patah akibat dianiaya majikannya sendiri. Tidak hanya itu, selama 5 tahun bekerja di Arab Saudi, warga Kampung Depok RT 02/05 Desa Sukaluyu Kecamatan Cijati ini hanya menerima upah Rp 200 ribu.

Ditemui wartawan di rumah Syahiroh (68) neneknya di Gang Harapan I Kelurahan Sawahgede Kecamatan Cianjur Sabtu (4/3) malam, Muflihat tampak terbaring lemah di atas tikar. Sejak pulang ke Cianjur Sabtu (25/2) malam lalu, ibu satu anak ini hanya bisa tidur terlentang di atas tikar akibat tulang iganya patah. Mata kirinya masih sulit melihat dengan jelas meski sudah tidak terlihat lebam.

“Saya kerap disiksa sama majikan wanita saya karena lambat mengerjakan tugas. Kadang-kadang punggung saya dipukul sapu. Malah, beberapa kali majikan wanita saya juga kerap membenturkan kepala saya ke tembok sampai saya sakit kepala. Pokoknya, selama lima tahun bekerja di sana , hampir setiap hari siksaan saya terima dari majikan,” kata Muflihat dengan tersendat. Saat itu, tatapan matanya terlihat kosong.

Menurut Muflihat, awal penyiksaan terjadi setelah ia baru bekerja 3 bulan di rumah 3 tingkat milik pasangan Mubarok-Badriah di Kota Abha Mekkah tahun 2001 lalu. Saat itu, kata Muflihat, Badriah terlihat marah dengan hasil pekerjaan yang dilakukannya. Ia pun langsung dipukuli dengan gagang sapu hingga nyaris sekujur tubuhnya lebam-lebam. Sejak saat itu, siksaan pun terus dialami Muflihat dari majikan wanitanya itu.

“Saya sempat menanyakan alamat rumah di Mekkah agar keluarga saya tahu di mana keberadaan saya. Namun, majikan saya malah marah dan balik menanyakan alamat rumah saya di Cianjur agar bisa mengirimi mereka surat . Saya kembali menanyakan surat untuk keluarga saya di Cianjur. Entah kesal dengan pertanyaan saya, sang majikan kembali memukulkan gagang sapu ke punggung saya dan kaki saya,” kata Muflihat.

Meski kerap minta pulang karena tak kuat menahan siksaan, kata Muflihat, majikannya tak pernah memberi izin. Setiap ditanya alasannya, majikannya tersebut kembali marah dan memukuli Muflihat. Akhirnya, hampir setiap hari Muflihat menjadi bulan-bulanan majikannya. Puncak penganiyaan dialami Muflihat setelah ia bekerja selama 2,5 tahun. Majikan wanitanya, kata Muflihat, tiba-tiba menancapkan pisau di punggungnya.

“Sudah banyak penyiksaan yang saya alami, alasannya selalu saja sama yaitu saya lambat menyelesaikan pekerjaan. Dua tahun setengah saya bekerja di sana , kemarahan majikan saya memuncak. Ia menancapkan pisau di punggung saya sehingga saya menderita luka cukup parah. Saya tidak ingat lagi kapan waktunya dan alasan kemarahannya karena sudah terlalu sering,” kata Muflihat. Sesaat ia berhenti berbicara karena sesak napas.

Muflihat sendiri berangkat ke Arab Saudi pada 6 Juni 2001 melalui jasa PT Citra Karya Semesta Klender Duren Sawit RT 08/08 Jakarta Timur. Data tersebut Tribun dari paspor hijau milik Muflihat, karena yang bersangkutan sudah tidak ingat lagi tanggal keberangkatan. Namun, dalam paspor tersebut, Muflihat tercatat lahir pada tahun 1907 sementara usia sebenarnya adalah 37 tahun.

“Kami masih belum bisa menentukan sikap apa-apa karena belum bermusyawarah dengan pihak PJTKI. Yang pasti sekarang tindakan kami adalah menyelamatkan Muflihat agar tidak sakit yang dideritanya sembuh. Soal tuntutan ke pihak PJTKI harus kami bicarakan dulu. Mudah-mudahan Muflihat bisa segera pulih,” kata Syahiroh nenek Muflihat saat ditanya mengenai langkah yang akan ditempuh menyikapi kasus cucunya itu. (tig/nn)

Read more »

Jumat, 03 Maret 2006

Sunan Diduga Korban Salah Obat (4-Habis)

Bukan Salah Pengobatan

WAKIL Direktur RSUD Cianjur, dr Suranto membantah jika kematian Sunan Rival Aulia (6) disebabkan salah pengobatan yang dilakukan dr Abdurrahman. Menurut Suranto, Sunan meninggal akibat penyakit sindrom Stevens-Johnson atau alergi terhadap jenis obat tertentu. Suranto menambahkan, penyakit tersebut sulit terdeteksi dan bisa menyerang siapa saja tanpa memedulikan usia.

“Jadi bukan salah pengobatan. Pihak medis yang ditangani dr Abdurrahman sudah melakukan pengobatan sesuai prosedur yang benar. Pasien menderita sindrom Stevens-Johnson atau alergi terhadap obat jenis tertentu. Karena pasien menderita penyakit paru, dokter kemudian memberinya beberapa jenis obat. Pasien kemungkinan tak kuat menerima jenis obat tersebut meski sudah sesuai dosis,” kata Suranto kepada wartawan, Jumat (3/3).

Dikatakan Suranto, sindrom Stevens-Johnson merupakan suatu penyakit sistemik yang menyerang kulit bahkan sampai ke seluruh organ tubuh termasuk usus. Akibatnya, kata Suranto, pasien sudah tidak bisa lagi mendapat asupan makanan apa pun karena ususnya sudah terbakar. Di Kabupaten Cianjur, kata Suranto, sudah ada dua pasien yang menderita sindrom tersebut termasuk Sunan Rival Aulia. Namun, kata Suranto, pasien sebelumnya berhasil ditangani dan bisa disembuhkan.

“Di dunia juga penyakit ini sangat jarang ditemukan. Penyebabnya sendiri bisa berbeda-beda. Tapi biasanya, penyakit sindrom ini muncul akibat bawaan anak. Anak yang terkena sindrom ini kulitnya akan melepuh. Makanya, untuk penanganannya, harus dilakukan secepat mungkin. Pihak rumah sakit sudah menangani pasien sejak masuk ke RSUD Cianjur dengan menghentikan pemberian obat dan menggantinya dengan obat lain yang lebih ringan,” kata Suranto.

Suranto menambahkan, karena kondisinya sudah parah dan sindrom tersebut sudah menyerang bagian dalam tubuh termasuk usus, Sunan tidak bisa diselamatkan. Ia pun meminta keluarga Sunan datang ke rumah sakit jika ingin menanyakan apa penyebab kematian Sunan. Suranto juga mempersilakan keluarga korban menempuh jalur hukum jika memang langkah itu diinginkan.

“Itu hak keluarga mereka jika memang ingin membawa kasus ini ke jalur hukum. Hanya saja, nantinya akan ada saksi ahli yang akan menilai. Selain itu, kasus ini juga akan ditangani majelis kode etik jika memang akan dibawa ke jalur hukum. Soal permintaan keluarga untuk membebaskan biaya pengobatan, kami akan pertimbangkan dan bicarakan dengan direktur,” kata Suranto.

Sementara itu, dr Abdurrahman sendiri masih sulit ditemui wartawan. Namun saat dikonfirmasi wartawan via telepon, Abdurrahman mengatakan, dirinya sudah menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus ini ke pihak RSUD Cianjur. “Semuanya telah diserahkan kepada Public Relations pihak rumah sakit,” ujar Abdurrahman singkat, saat dihubungi via telepon rumahnya, Jumat (3/3). (tig/nn)

Read more »

Sunan Diduga Korban Salah Obat (3)

Sempat Minta Beli Komputer

KEDUA mata Budi Kusnadi (36) masih terlihat sembab, Jumat (3/3) pagi. Duka yang mendalam masih tampak jelas di raut wajahnya. Pria itu kemudian duduk di teras rumah dan berbincang-bincang dengan sejumlah tetangga. Sementara Fitri Widi Astuti (28) istrinya, terlihat duduk di ruang tamu dengan kepala tertunduk. Sejumlah keluarga dan kerabat tampak menyalami Fitri dan memeluknya erat-erat.

Kemarin pagi sekitar pukul 09.00, jenasah Sunan Rival Aulia (6) putra kedua mereka dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pangeran Hidayatullah. Sunan meninggal diduga akibat salah pengobatan dokter. Isak tangis keluarga dan tetangga mengiringi kepergian Sunan ke liang lahat. Fitri bahkan terlihat berkali-kali pingsan, terlebih lagi saat jenasah Sunan mulai diturunkan ke liang lahat.

“Terakhir saya bicara dengan Sunan pada hari Minggu (26/2) lalu sebelum Sunan dibawa ke rumah sakit. Saat itu, dalam kondisi tubuh yang mulai lemah, Sunan meminta saya membelikan komputer. Saya memang bermaksud membelinya, tapi terlebih dulu menjual Play Station (PS). Ia memang belum sekolah, tapi sudah punya banyak teman. Anaknya periang dan cukup disayang sama teman-teman sebayanya,” kata Budi menceritakan keseharian Sunan semasa hidupnya.

Seingat Budi, dirinya menghabiskan sekitar Rp 1,7 juta untuk pengobatan Sunan dari awal ia berobat. Belum lagi, lanjut Budi, biaya membeli obat yang sudah tak terhitung lagi. Terakhir, kata Budi, ia menerima kuitansi dari pihak RSUD Cianjur sebesar Rp 950 ribu untuk biaya pengobatan dan perawatan Sunan selama di rumah sakit. Namun, kata Sunan, hingga saat ini ia masih belum membayar biaya perawatan dan pengobatan selama di rumah sakit.

“Saya justru ingin seluruh biaya administrasi pengobatan anak saya di rumah sakit dibebaskan. Makanya, saya juga berencana menanyakan hal ini kepada pihak rumah sakit apakah biaya pengobatan bisa dibebaskan. Sebab, anak saya meninggal karena masalah salah pengobatan. Harapan saya, jangan sampai kejadian ini terulang kepada keluarga lain dan menjadi pelajaran bagi para dokter,” kata Budi.

Dikatakan Budi, sebenarnya dr Abdurrahman yang mengobati anaknya dari awal cukup baik dan perhatian. Malah, kata Budi, dokter tersebut selalu siap ditelepon kapan saja, meski tengah malam sekali pun. “Sebenarnya hubungan kami dengan dr Abdurrahman cukup baik. Yang saya inginkan sekarang adalah perhatian dan penjelasan dari dokter,” kata Budi. (tig/nn)

Read more »

Sunan Diduga Korban Salah Obat (2)

Trauma Bawa Anak ke Dokter

SUASANA duka masih menyelimuti keluarga pasangan Budi Kusnadi (36)-Fitri Widi Astuti (28) di Kampung Joglo RT 02/05 Kelurahan Sawahgede Kecamatan Cianjur, Kamis (2/3) sekitar pukul 23.30. Budi bahkan tak kuasa menahan tangis setiap melihat jasad Sunan Rival Aulia (6) putra keduanya, terbujur kaku di ruang tamu berukuran sekitar 6x3 meter. Ia masih tak percaya kalau anaknya pergi begitu cepat.

“Saya tidak tega melihatnya. Tak terbayangkan bagaimana rasa sakit yang diderita Sunan dengan tubuh melepuh seperti itu. Makan saja dia sudah sulit, bahkan menangis pun dia merasakan sakit. Saya tidak menuntut apa-apa selain meminta dokter memberi penjelasan pasti dan mempertanggungjawabkan hasil pengobatannya. Yang saya tak mengerti, kenapa anak saya meninggal dengan cara seperti ini,” kata Budi kepada wartawan.

Dikatakan Budi, Sunan adalah anak lelaki satu-satunya. Karena itu, lanjut Budi, ia dan Fitri istrinya sangat menyayangi Sunan. Apa pun yang diminta oleh anaknya itu, kata Budi, pasti ia penuhi. Selain Sunan, Budi juga memiliki dua anak perempuan masing-masing Nadia Audina (9) dan Fidia Ayundira (2). Malam saat Sunan meninggal, Fidia tak pernah bisa berhenti menangis. Bahkan, tangisnya terdengar sampai keluar rumah.

“Kejadian ini membuat saya trauma membawa anak-anak saya ke dokter. Apalagi kalau harus ke dr Abdurrahman. Bahkan, istri saya bilang, kalau anak sakit ngga perlu diberi obat dan dibawa ke dokter. Saya juga tidak berniat menemui dr Abdurrahman. Entah sampai kapan saya tidak mau membawa anak saya ke dokter. Barangkali ini cobaan buat keluarga kami,” kata Budi masih sambil terisak.

Sekitar pukul 24.00, jasad Sunan mulai dikafani setelah selesai dimandikan. Budi yang awalnya berada di teras rumah, langsung masuk ke ruang tamu dan menatap tubuh Sunan lekat-lekat. Tangisnya kembali pecah begitu bagian tubuh Sunan satu persatu mulai dikafani. Sementara Fitri istrinya, muncul dari dapur diapit sejumlah kerabat dan keluarganya. Langkahnya terlihat gontai sementara buliran air mata tampak terus mengalir. (tig/nn)

Read more »

Sunan Diduga Korban Salah Obat (1)

CIANJUR, TRIBUN – Sunan Rival Aulia (6) meninggal dengan kondisi mengenaskan di Ruang Aromanis RSUD Cianjur, Kamis (2/3) malam. Sekujur tubuh warga Kampung Joglo RT 02/05 Kelurahan Sawahgede Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur ini melepuh seperti bekas luka bakar. Diduga, Sunan meninggal karena salah pengobatan pihak medis setelah selama 3 hari dirawat di rumah sakit.

Meski tidak berniat membawa kasus ini ke jalur hukum, keluarga korban meminta dokter yang menangani Sunan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Mereka menilai, kematian Sunan tidak wajar karena sebelumnya putra kedua pasangan Budi Kusnadi (36)-Fitri Widi Astuti (28) ini hanya menderita batuk-batuk. Selain itu, pihak keluarga juga meminta seluruh biaya pengobatan Sunan dibebaskan.

Kematian Sunan berawal saat ia dirawat di Ruang Aromanis RSUD Cianjur, Senin (27/2) malam lalu sekitar pukul 22.00. Ia dilarikan ke RSUD Cianjur karena menderita muntah-muntah disertai buang air besar. Sunan pun nyaris tak sadarkan diri ketika memasuki Ruang Aromanis. Selama dua hari dirawat di rumah sakit, kondisi kesehatan Sunan semakin menurun. Wajah dan sekujur tubuhnya mulai dipenuhi bercak-bercak merah.

Lama-lama, bercak merah di wajah dan tubuh Sunan berubah menjadi hitam, seperti bekas luka bakar. Setiap disentuh, kulit tubuhnya terus mengelupas dan mengeluarkan cairan. Kondisi kesehatan Sunan pun terus memburuk dan mengalami puncaknya pada Rabu (1/3) lalu. Bocah periang itu sudah tidak sadarkan diri dan tidak bisa mendapat asupan makanan apa pun. Ia pun meninggal keesokan harinya sekitar pukul 21.15.

“Saya tidak tega melihat kondisi anak saya seperti itu. Wajah dan sekujur tubuhnya melepuh seperti bekas luka bakar. Padahal sebelumnya, ia hanya menderita batuk-batuk. Untuk itu, saya minta pihak medis yang menangani Sunan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Saya ini orang awam, dan tidak mengerti apa-apa tentang kedokteran,” kata Budi, ayah Sunan, dengan mata sembab, Kamis (2/3) malam.

Seingat Budi, anaknya mulai dibawa ke dokter sebelum disunat pada Minggu (15/1) lalu karena menderita batuk-batuk. Saat itu, kata Budi, Sunan dibawa ke dokter spesialis anak di kawasan Selakopi yaitu dr Abdurrahman Eman SPa. Oleh dokter, kata Budi, Sunan diberi beberapa jenis obat dan diperbolehkan pulang. Karena merasa anaknya sudah cukup sehat, kata Budi, Sunan pun disunat pada Minggu (15/1).

“Setelah disunat, kondisi kesehatan Sunan memang baik. Tapi, beberapa hari kemudian, ia kembali menderita batuk-batuk. Hampir sebulan Sunan terus menderita batuk, sehingga kami akhirnya kembali berobat ke dr Abdurrahman pada Minggu (12/2) lalu. Dokter kembali memberi kami beberapa jenis obat, termasuk antibiotik,” kata Budi sambil terisak.

Empat hari setelah dibawa ke dr Abdurrahman, kesehatan Sunan bukannya membaik malah terus menurun. Batuknya juga tak kunjung sembuh. Budi pun kembali membawa Sunan ke dr Abdurrahman. Lantaran penyakit batuk Sunan tak kunjung sembuh, kata Budi, dr Abdurrahman lantas menyuruhnya membawa Sunan ke RSUD Cianjur untuk dirontgen. Saat itu, kata Budi, dr Abdurrahman menduga Sunan menderita penyakit paru.

“Kami pun mengikuti perintah dr Abdurrahman dan membawa Sunan pada Senin (20/2) ke RSUD Cianjur untuk dirontgen karena khawatir Sunan memang menderita penyakit paru. Keesokan harinya (Selasa pagi, Red) kami kembali ke dr Abdurrahman untuk berobat penyakit paru. Dokter kemudian memberi sekitar 3 jenis obat penyakit paru,” kata Budi.

Sayangnya, lanjut Budi, 3 hari setelah diberi obat penyakit paru tepatnya Jumat (24/2), kondisi kesehatan Sunan semakin memburuk. Bahkan, tambahnya, Sunan malah menderita muntah-muntah dan terus buang air besar. Lantaran penyakit Sunan semakin parah, Budi pun kembali menanyakan hal itu ke dr Abdurrahman pada Sabtu (25/2). Saat itu, kata Budi, dokter menyuruh Budi menghentikan pemberian obat penyakit paru.

“Dokter Abdurrahman memberi obat lain untuk penyembuhan Sunan. Tapi malamnya muntah-muntah dan buang air besarnya malah semakin parah. Saya kembali membawa Sunan ke dokter pada Minggu (26/2). Minggu malam, penderitaan Sunan makin menjadi-jadi. Bicaranya pun sudah ngelantur. Akhirnya, Senin (27/2) malam, saya bawa Sunan ke RSUD Cianjur dalam kondisi yang sudah hampir tak sadarkan diri,” kata Budi. (tig/nn)

Read more »

Kamis, 02 Maret 2006

Muslihat Nekat Bakar Diri

CIANJUR, TRIBUN – Diduga stres tak bisa mendalami salah satu aliran kepercayaan, Muslihat (20) nekat membakar diri di dapur rumahnya Kamis (2/3) pagi. Beruntung, warga Kampung Cicariang RT 02/07 Desa Jambudipa Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur ini bisa diselamatkan. Namun, gara-gara aksi nekatnya itu, hampir sekujur tubuh Muslihat hangus terbakar.

Informasi yang dihimpun Tribun, aksi bakar diri tersebut terjadi sekitar pukul 09.30. Saat itu, Idil (64) ayah korban, tengah bekerja di kebun sementara Rohmah (52) ibunya, tertidur di kamar karena sakit. Muslihat yang sehari-hari kerap melamun kemudian memasuki dapur dan menyiramkan minyak tanah ke sekujur tubuhnya. Selang beberapa saat kemudian, ia menyalakan korek api dan membakar tubuhnya.

Jilatan api langsung membakar sekujur tubuh Muslihat, tak terkecuali rambutnya. Sambil menggelepar di lantai dapur, pemuda pengangguran itu berteriak-teriak menahan sakit. Teriakan Muslihat rupanya terdengar oleh Idil, yang baru saja pulang dari kebun. Lantaran pintu rumah terkunci dan Idil kesulitan membukanya, bapak 7 anak itu pun langsung mendobraknya.

“Setelah saya mendobrak rumah, saya langsung mencari sumber teriakan. Ternyata, itu adalah teriakan anak saya yang berada di dapur. Saya kaget setelah melihat sekujur tubuh Muslihat terbakar. Karena bingung, saya menyuruhnya berlari ke kolam yang berada tidak jauh dari rumah. Di dapur, saya juga sempat berusaha mematikan api, tapi tidak bisa,” kata Idil saat ditemui wartawan di RSUD Cianjur, Kamis (2/3).

Dalam keadaan tubuh terbakar, Muslihat berlari ke arah kolam mengikuti permintaan ayahnya. Namun, begitu sampai di kolam, ia tidak berani menceburkan diri sehingga Idil terpaksa harus mendorongnya. Baru setelah didorong, Muslihat akhirnya menceburkan diri ke kolam. Api yang membakar tubuhnya lambat laun padam. Setelah api padam, ia pun langsung dilarikan ke RSUD Cianjur.

“Anak saya menderita stres karena sejak bulan ramadhan lalu menderita sakit. Sebenarnya, Muslihat itu belajar ngaji di pesantren dan ingin mendalami salah satu ilmu kepercayaan. Tapi karena sakit, ia tidak bisa belajar lagi. Pernah suatu hari Muslihat bicara sama saya kalau ia ingin mati saja. Tapi saya bilang mati itu urusan Tuhan,” kata Idil didampingi Rohmah istrinya.

Kemarin, Muslihat tampak terbaring di salah satu tempat tidur Ruang Anggur RSUD Cianjur. Seluruh tubuhnya kecuali kaki kiri, tertutup perban. Ia juga belum bisa diajak bicara. Saat Tribun mencoba mewawancarainya, Muslihat hanya terdiam dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Sesekali ia mengerang kesakitan. Lantaran menderita luka bakar serius, Muslihat pun akhirnya dirujuk ke RSHS Bandung. (tig/nn)

Read more »