Salim . Ya, lelaki tua itu bernama Salim. Ia asli berasal dari suku Baduy. Selain terlihat dari pernak-pernik yang dipakai, keabsahannya sebagai suku Baduy terlihat dari kakinya yang tanpa alas saat berjalan. Usianya sudah 70 tahun tapi masih terlihat sehat. Salim mengaku sengaja datang ke Bandung demi menjual gula aren hasil olahannya di kampung. Ia ditemani Melfri (10), cucunya. Kakek 10 cucu itu mengaku tiba di Bandung pukul 9 malam sebelumnya dengan menaiki kereta api ekonomi, dan menginap di Stasiun Kiara Condong. Pagi-pagi ia sudah menaiki angkutan kota menuju pusat perkotaan, mencoba mengais rezeki dari berjualan gula aren. Rupanya, selain menjual gula aren, Salim juga menjual madu odeng. Satu botol madu odeng, dijual dengan harga Rp70 ribu.
“Abah datangna kamari peuting naek kereta api. Ngahaja datang ti Baduy rek dagang gula,” ujar Salim saat ditanya alasannya mengadu nasib di Kota Bandung. Salim mengaku sudah sering berjualan di kota kembang. Biasanya, ia datang sekali dalam tiga bulan. Namun karena sekarang membutuhkan uang lebih untuk lebaran nanti, Salim pun mengaku hampir setiap hari pergi ke Bandung. “Engke peuting ge Abah balik deui ka Baduy. Nya, dua poe sakali lah ka Bandung,” terang Salim. Sambil berbincang-bincang, Abah tetap menawarkan barang yang dibawanya. Ia mengeluarkan sebotol madu odeng dari tas anyamnya. “Madu odengna bade moal?” tanya Salim. Lantaran harga yang ditawarkan lumayan mahal, tak ada orang yang menyahut. “Moal bah, engke deui we,” jawab saya, mewakili jawaban orang-orang yang mulai tak memedulikannya.
Usai sudah pertemuan itu. Setelah menjual sebongkah gula aren seharga Rp8.000, Salim beranjak sambil membereskan barang dagangannya. Melfri mengikuti langkah kakeknya itu. Tanpa alas kaki, Salim kembali berjalan menyusuri ruas jalan di Kota Bandung. Sebuah perjuangan yang luar biasa dari seorang warga asli suku Baduy.
Pelajaran Blog mengucapkan terimakasih atas bergabungnya anda pada blog kami.
Salam Hangat Selalu Dari:
Pelajaran Blog
Keep Blogging! :D