Sabtu, 28 Januari 2006

Aksi Jahit Mulut Jajang Berakhir (3-Habis)

Siapa yang Bertanggungjawab?

SOLIHIN (21) tampak berdiri di salah satu sudut kamar yang ditiduri Jajang Suparman (38), ayahnya, Sabtu (28/1). Tatapan matanya kosong. Buliran air mata terlihat menggenang di kedua bola matanya. Rambut gondrongnya basah bekas terkena siraman hujan deras yang mengiringi kedatangan ayahnya.

Tak ada kata yang keluar dari mulut putra pertama Jajang dari empat bersaudara ini. Mulutnya seolah terkunci rapat menyaksikan kondisi ayahnya yang terus melemah. Sesekali, ia mengusap wajahnya yang tampak lelah setelah selama 2 jam mendampingi ayahnya pulang dari RS PGI Cikini Jakarta.

Solihin baru berbicara setelah sejumlah wartawan mendekatinya. Dengan agak terbata-bata, pemuda yang sehari-hari bekerja sebagai buruh peternakan ini menjelaskan kronologis peristiwa yang menimpa ayahnya. Lambat laun, nada bicaranya semakin meninggi. Sambil menunjuk Jajang yang terbaring lemah, Solihin mengaku berang dengan sikap PLN yang sama sekali tidak menggubris aksi yang dilakukan ayahnya.

“Coba, saya tanya sama Anda, siapa yang akan bertanggungjawab jika ayah saya mati? Pemerintah atau PLN? Mereka hanya acuh, dan sama sekali tidak memperhatikan perjuangan ayah saya dan teman-temannya. Bagaimana jika Anda berada di posisi saya? Mana janji pemerintah yang katanya membela rakyat kecil?” tanya Solihin sambil menatap wajah wartawan.

Dikatakan Solihin, dirinya sama sekali tidak mengetahui keberangkatan Jajang ke Jakarta bergabung dengan warga korban SUTET lainnya di Jawa Barat. Ia mengaku baru mengetahui keberadaan ayahnya, lima hari setelah Jajang berada di Jakarta . Informasi itu pun, kata Solihin, diperolehnya dari media televisi yang secara tidak sengaja ditontonya.

Saat ditanya apakah dirinya akan meneruskan perjuangan Jajang, Solihin terdiam. Ia mengaku masih belum bisa berpikir jernih, apalagi berpikir meneruskan perjuangan ayahnya menuntut ganti rugi ke pihak PLN. Untuk merawat ayahnya saja, Solihin masih bingung harus melakukan apa dan memperoleh biaya dari mana.

“Sampai saat ini masih belum terpikir oleh saya untuk meneruskan perjuangan ayah. Saya masih bingung bagaimana merawat ayah supaya cepat sembuh. Kalau mau dibawa ke dokter juga biayanya tentu mahal. Ibu saya sedang tidak ada. Dari mana saya bisa memperoleh biaya berobat?” kata Solihin lirih. (gin gin tigin ginulur)

Read more »

Aksi Jahit Mulut Jajang Berakhir (2)

Tangis Juariah Pecah

SUASANA duka tampak menyelimuti keluarga Jajang Suparman (38) di Kampung Bobojong RT 04/06 Desa Tanjungsari Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur, Sabtu (28/1) malam. Begitu Jajang tiba di rumah sekitar pukul 23.00, sejumlah sanak keluarga menyambut dengan tangis. Lantunan salawat pun langsung terdengar sesaat setelah tubuh Jajang dikeluarkan dari ambulans.

Dalam keadaan tak sadarkan diri, Jajang kemudian dibawa dengan menggunakan kereta dorong ke rumah Esih (41), adik iparnya. Rumah tersebut berada persis di belakang rumah Jajang. Saat dibawa dengan kereta dorong, wajah Jajang tampak pucat. Bekas jahitan di mulutnya juga masih terlihat jelas, lengkap dengan benangnya. Tidak hanya itu, lengan kirinya pun masih ditempeli selang infus, meski cairan infus dalam botol sudah hampir habis.

Sepanjang perjalanan menuju rumah Esih, Juariah (50), kakak tertua Jajang terlihat terus meneteskan air mata. Tangisnya pecah begitu Jajang dibaringkan di salah satu kamar berukuran sekitar 2x3 meter. Berkali-kali Juariah mengelus wajah adik keempatnya, dan memeluknya erat-erat. Ia pun menumpahkan tangisnya sambil tertunduk di atas wajah Jajang.

Selama hampir 30 menit, Juariah terus menangis. Tangisnya baru berhenti setelah sejumlah kerabat berusaha menghiburnya. Dengan terisak, Juariah pun menatap lekat-lekat tubuh Jajang yang dibalut selimut. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Jajang saat itu. “Kunaon atuh maneh teh Jang (Kenapa kamu Jang)?” tanya Juariah lirih.

Kepala Desa Tanjungsari, Asep Suherman (50), mengaku prihatin melihat kondisi tubuh Jajang yang terus melemah. Menurut Asep, dirinya sama sekali tidak tahu keberangkatan Jajang bersama sejumlah warga Tanjungsari lainnya ke Jakarta beberapa waktu yang lalu. Meski begitu, Asep mendukung aksi yang dilakukan warga menuntut pihak PLN pusat.

“Memang kepergian warga saya ke Jakarta tanpa sepengetahuan saya. Justru dari televisi saya mengetahui adanya aksi jahit mulut yang dilakukan salah seorang warga dari Desa Tanjungsari. Di Desa Tangjungsari sendiri ada sekitar 229 warga saya yang menjadi korban SUTET. Sebetulnya kami sudah 3 kali berniat menjemput Jajang” kata Asep kepada wartawan, Sabtu (28/1).

Rencananya, kata Asep, Jajang akan dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa. Namun, kata Asep, keputusan terakhir tetap ada di tangan keluarga Jajang. Pantauan Tribun di rumah Esih, Minggu (29/1) pukul 00.30, kondisi Jajang masih terlihat lemah. Meski begitu, ia sudah mulai menggerakan sebagian anggota tubuhnya, dan membuka mulutnya pelan-pelan. (gin gin tigin ginulur)

Read more »

Aksi Jahit Mulut Jajang Berakhir (1)

CIANJUR, TRIBUN – Berakhir sudah aksi jahit mulut yang dilakukan Jajang Suparman (38) di Posko Selamatkan Rakyat Indonesia (SRI) Jalan Diponegoro, Jakarta . Warga Kampung Bobojong Desa Tanjungsari Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur ini terpaksa harus pulang, Sabtu (28/1), lantaran kondisi tubuhnya mulai melemah.

Kondisi tubuh Jajang mulai melemah sejak Kamis (26/1). Saat itu, sekitar pukul 06.30, suami dari Ijah Khadijah (44) ini tiba-tiba pingsan di kamar mandi. Sejak saat itulah, bapak empat anak ini mengalami koma, dan dilarikan ke Rumah Sakit PGI Cikini Jakarta. Hasil pemeriksaan dokter, Jajang menderita glukosa rendah, tensi rendah, dan jantung melemah.

Jajang adalah salah satu warga korban Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di Jawa Barat yang menuntut pihak PLN pusat dengan cara melakukan aksi jahit mulut di Posko Selamatkan Rakyat Indonesia (SRI). Selain Jajang, beberapa warga lainnya di Jawa Barat juga melakukan aksi serupa. Jajang sendiri melakukan aksinya sejak 29 Desember 2005, menyusul rekan-rekan lainnya.

Aksi jahit mulut tersebut dilakukan sebagai bentuk protes kepada pihak pemerintah dan PLN, yang belum memberikan ganti rugi tanah mereka akibat terimbas SUTET. Selama satu bulan, mereka sama sekali tidak berbicara, dan tidak mendapat asupan makanan apa pun. Satu-satunya cara berkomunikasi yang dilakukan adalah dengan menulis di secarik kertas.

“Sebetulnya Jajang tidak mau pulang dan ingin meneruskan aksi jahit mulutnya sampai titik darah penghabisan. Namun, keluarganya meminta Jajang pulang. Akhirnya, tadi sekitar pukul 20.00, Jajang dibawa pulang dari RS PGI Cikini oleh sejumlah kerabat dan anak-anaknya,” kata salah seorang anggota Presidium Ikatan Korban Keluarga SUTET Kabupaten Cianjur, Dedi Mulyadi, kepada wartawan, Sabtu (28/1) malam.

Beberapa jam sebelum Jajang tiba di rumah, sejumlah kerabat dan tetangganya menunggu dengan perasaan cemas. Hujan deras yang mengguyur kawasan Kampung Bobojong, tak menyurutkan semangat warga menyambut kedatangan Jajang. Bagi mereka Jajang adalah pahlawan korban SUTET.

“Kami sama sekali tidak tahu kepergian Jajang, jadi tidak bisa memberikan keterangan apa-apa. Justru saya tahu Jajang ada di Jakarta dan melakukan aksi jahit mulut dari televisi. Begitu mengetahui kondisi Jajang yang memprihatinkan, kami langsung kaget dan tidak menyangka Jajang berbuat senekat itu,” kata Juariah (50), kakak tertua Jajang, kepada wartawan.

Sekitar pukul 23.00, Jajang tiba di rumah. Ia diangkut dari RS PGI Cikini Jakarta dengan menggunakan mobil ambulans Nopol B 1679 HQ sekitar pukul 20.00. Turut serta bersama Jajang di mobil ambulans, Esih (41) adik iparnya serta beberapa kerabatnya. Sementara di belakang mobil ambulans, tampak sebuah mobil Carry yang membawa anak-anak Jajang.

Ijah Khadijah (44), istri Jajang hingga saat ini belum mengetahui aksi jahit mulut yang dilakukan suaminya. Sejak 9 bulan yang lalu, Ijah bekerja di Malaysia sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW). Sejumlah kerabat Jajang pun mengaku tidak akan memberitahukan aksi yang dilakukan Jajang, kepada istrinya.

“Jajang itu pergi tanpa sepengetahuan istrinya. Soalnya saat itu, istrinya tidak ada di rumah karena tengah bekerja di Malaysia sebagai TKW. Kami masih bingung kalau istri Jajang pulang, apakah akan memberitahukan kondisi Jajang atau tidak. Namun, tampaknya keluarga sepakat tidak akan memberitahukan aksi Jajang kepada istrinya,” kata Anta (55), suami Juariah. (tig)

Read more »