Kamis, 25 Juli 2013

Antara Clark Kent, Peter Parker, dan Tintin

Capuccino dingin menemani pertemuan sore itu. Di sebuah kafe Jalan Talagabodas, obrolan santai mengalir deras. Tak bertema, namun penuh makna. Tak terstruktur, tapi sarat arti. Yang dibicarakan pun bukan persoalan berat. Mungkin jauh lebih ringan dari kapas.

Tiga orang di sana membawa cerita berbeda. Tentu saja, sebab kehidupan masing-masing toh berbeda juga. Bisa dibilang, inilah ajang curahan hati yang tak mendalam. Sekadar permukaan, lantaran dikemas dengan kalimat-kalimat konyol. Warna canda lebih kental ketimbang keseriusan.

Semua berawal saat masing-masing bicara pekerjaan. Dengan latar belakang sama, cerita pun jadi kait mengait. Itulah yang namanya pekerjaan sama, nasib berbeda. Sama-sama jadi jurnalis, tapi punya problem berbeda. Meski pengharapan sepertinya tetap sama: penghasilan tinggi.

Tiga tokoh komik lantas jadi bahan intermezo: Superman, Spider-Man, dan Tintin. Kenapa? Sebab tiga pahlawan itu digambarkan sebagai seorang jurnalis. Entah sekadar menyamarkan jatidiri atau nyata, mereka punya pekerjaan mencari berita dan foto menarik untuk dimuat di media masing-masing.

Maka, persamuhan pun seolah mengerucut, membahas satu per satu karakter masing-masing tokoh komik. Yang jadi pembicaraan pertama adalah Superman. Sosok superhero yang lahir di Planet Krypton dengan nama Kal-El. Ayahnya, Jor-El, meluncurkan Ka-El ke Bumi melalui roket, sebelum Planet Krypton hancur.

Di bumi, Kal-El kecil diadopsi pasangan Kent, Jonathan Kent dan Martha Kent. Namanya berganti jadi Clark Kent. Sepanjang hidupnya, Clark Kent menyembunyikan jatidiri. Dia hidup sebagai manusia biasa berwatak halus yang bekerja menjadi reporter di The Daily Planet.

Sore beranjak. Langit mulai gelap. Kafe pun kian ramai. Topik mengenai Clark Kent dan Superman sementara ditutup. Yang jadi penggantinya Spider-Man, si manusia laba-laba, pahlawan super dari Marvel Comics. Nama asli Spider-Man adalah Peter Parker. Dia tinggal bersama paman dan bibinya di apartemen Queens, Manhattan.

Tak perlu bercerita soal bagaimana Peter tiba-tiba menjelma menjadi sosok superhero. Toh, semua juga sudah mafhum. Yang jelas, Peter bekerja sampingan sebagai fotografer lepas di Daily Bugle. Dia memotret aksinya secara otomatis saat menjadi Spider-Man. Hasil fotonya kemudian dia serahkan ke redaksi Daily Bugle. Dari sana, Peter mendapat penghasilan.

Membahas dua sosok saja, tenggorokan sudah mulai terasa kering. Maka, mata melirik menu yang terus menggoda sedari tadi. Capuccino kembali jadi teman malam itu. Kali ini tanpa es di dalamnya. Asap rokok membalut ruangan, menyebar ke mana-mana. Satu tokoh lagi masih akan dibahas. Tintin, sang pemuda berjambul.

Tintin adalah tokoh rekaan karya komikus asal Belgia, Herge. Berbeda dengan Superman dan Spider-Man, Tintin bukan superhero yang punya kekuatan. Dia hanya seorang wartawan muda berjambul, yang kerap terjebak dalam petualangan memicu adrenalin. Dalam komiknya, Tintin digambarkan selalu sukses memecahkan misteri di banyak negara.

Meski bukan superhero, nyali dan keberanian Tintin tak diragukan. Dia bisa mengendarai tank, menaiki sepeda motor, hingga menerbangkan pesawat. Belum lagi menjinakkan beruang merah, mengunggangi kuda Arab, berenang, yoga, dan olahraga keras lainnya. Pokoknya, Herge betul-betul menggambarkan Tintin sebagai sosok serbabisa dan nyaris sempurna, menembus batas ruang dan waktu.

Tiga tokoh komik tuntas dibahas. Tiga orang di kafe sementara terdiam, sedikit menghela napas, atau sekadar menikmati minuman hangat plus rokok. Superman, Spider-Man, dan Tintin, tentu sekadar pembahasan mengawang-awang. Ya, namanya juga tokoh komik, tak perlu juga repot-repot memikirkan keberadaan mereka sebagai seorang jurnalis.

Namun akhirnya, semua bersepakat tentang label jurnalis yang melekat di ketiganya. Dua tokoh, sepertinya tak mewakili pekerjaan jurnalis: Clark Kent dan Tintin. Dalam setiap episodenya, Kent tak pernah terlihat sedang meliput sebuah peristiwa, atau mengetik naskah untuk diterbitkan besok. Dia tampak asyik dengan penyamarannya plus asmara satu kantor.

Begitu pun Tintin. Berteman Snowy anjingnya, sosok Tintin hanya digambarkan sebagai pria pemberani yang pintar memecahkan misteri dan kerap keliling dunia. Soal kapan dia punya waktu menulis berita, tak terceritakan. Bahkan media mana yang mempekerjakannya pun, tak jelas. Bisa dibilang, Tintin sosok wartawan tanpa surat kabar.

Yang lebih kentara sebenarnya Peter Park. Sebagai seorang fotografer lepas, dia terlihat kerap wira-wiri ke kantor redaksi Daily Bugle, menyerahkan hasil foto dan menerima honor. Meski tentu saja, semua foto yang dihasilkan hanya terkait dengan aksi Spider-Man. Toh, profil dia sebagai superhero yang berprofesi sebagai fotografer, masih tergambarkan lewat aksi-aksinya menghasilkan karya.

Intermezo soal komik tuntas sudah. Tapi tubuh tak mau beranjak. Tetap terduduk, meski gelas tak terisi. Yang muncul hanya kata-kata mengalir tak keruan, diselingi tawa lepas. Malam itu, malam minggu. Tiga orang di sebuah kafe, kembali menatap masa depan masing-masing. Masih sebagai jurnalis, belum terpikirkan banting setir.

Read more »

Selasa, 23 Juli 2013

Selamat Hari Anak Nasional

Arie Hanggara meregang nyawa. Tepat 8 November 1984 publik tanah air geger. Di tangan orang tuanya, bocah 8 tahun itu tak berdaya. Empat hari dia menerima siksaan. Pukulan, tamparan, dan benturan, jadi makanan sehari-hari putra pasangan Tino Ridwan-Santi binti Cecep. Empat hari, Arie berbalut duka hingga akhirnya tewas 8 November.

Kematian Arie menarik perhatian masyarakat tanah air. Setahun kemudian, pada 1985, kisah kekerasan terhadap anak itu difilmkan. Sutradara Frank Rorimpandey sukses menelurkan film yang menguras air mata penonton saat itu. Memerankan tokoh Tino Ridwan, Deddy Mizwar pun meraih penghargaan pada Festival Film Indonesia 1986.

Tulisan ini bukan bicara tentang film Arie Hanggara yang cukup fenomenal pada 1985. Bukan pula menyoal kepiawaian aktor watak Deddy Mizwar menjiwai peran. Tepat 29 tahun lalu, sosok kedua orang tua Arie Hanggara, muncul jadi pelopor child abuse. Anak yang seharusnya disayang dan dididik, malah jadi bulan-bulanan orang tua.

Entah ada hubungannya atau tidak dengan kekerasan yang dialami Arie Hanggara, sejak 1986 Indonesia memperingati Hari Anak Nasional setiap 23 Juli. Memang, sejarahnya sendiri berawal dari almarhum Presiden Soeharto yang menggulirkan Keputusan Presiden RI No 44 tahun 1984 tentang Hari Anak Nasional. Saat itu Soeharto melihat anak-anak sebagai aset bangsa.

Sejak kasus Arie Hanggara mencuat, kekerasan terhadap anak rupanya tak kunjung surut. Dari tahun ke tahun, korban-korban berjatuhan. Anak-anak kerap tak berdaya menerima siksaan dari orang tua baik fisik, mental, dan seksual.

Di Kabupaten Sukabumi, sepanjang 2013, ada 17 kasus kekerasan seksual dialami anak-anak. Jumlah itu lebih besar dibanding tahun sebelumnya. Parahnya, kasus kekerasan seksual ini meningkat lantaran anak-anak makin mudah mendapatkan informasi negatif dari perangkat handphone (HP) maupun internet.

Kabupaten Bandung idem ditto. Meski tak memiliki data pasti, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sahabat Remaja dan Anak (SAHARA) Indonesia Kabupaten Bandung menyebut kekerasan terhadap anak terus terjadi. Belum lagi eksploitasi terhadap anak dengan cara perdagangan orang alias human trafficking.

Memperingati Hari Anak Nasional, saya teringat sosok bocah 8 tahun bernama Gisavo Lembayung Lelaki Akbar. Dia pandai bermain biola. Pandai pula menyanyi. Bahkan kini, siswa kelas IV SDN Karang Pawulang itu juga sedang mempelajari drum dan gitar. Keingintahuannya tinggi. Dia tak akan pernah berhenti bertanya, jika belum mendapat jawaban memuaskan.

Dia anak saya. Satu-satunya anak saya. Buat dia, saya ingin mengucapkan selamat Hari Anak Nasional. Ini hari istimewamu nak. Hari bagi seluruh anak-anak di Indonesia. Semoga tak pernah ada kekerasan di antara kita. Selamat Hari Anak Nasional.

Read more »

Kamis, 18 Juli 2013

Jangan Abaikan THR Lebaran

Lebaran masih tiga pekan lagi. Namun gaung pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) sudah terdengar kencang. Pekerja atau karyawan yang beragama Islam berteriak, me-warning pengusaha agar membayar THR tepat waktu. Tentu dengan besaran sesuai ketentuan. Wajar memang, karena tahun sebelumnya, beberapa perusahaan terlambat membayar THR.

Setiap tahun, makhluk bernama THR itu kerap jadi persoalan pelik. Ini lantaran begitu banyaknya jumlah buruh, pekerja, dan karyawan di Indonesia. Coba tengok, berapa total jumlah buruh atau karyawan tetap di Indonesia? Lantas, gabungkan dengan total buruh atau karyawan tak tetap.

Indonesia memiliki 34,5 juta buruh atau karyawan tetap. Plus 21,3 juta buruh tak tetap, total ada 55,8 juta orang. Sebagian dari buruh itu adalah kaum muslim yang kini sedang menanti datangnya THR Lebaran. Di Jabar, ada 2.959.139 orang yang bekerja di 26.627 perusahaan. Walhasil, begitu banyaknya uang yang harus disiapkan perusahaan membayar THR bagi karyawannya.

Tahun lalu, banyak perusahaan yang telat membayarkan THR kepada karyawannya. Malah, ada pula yang menunggak. Tak heran, Selasa (15/7/2013), Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar Hening Widyatmoko menyebut kesadaran perusahaan membayar THR masih lemah. Di Jabar, kata dia, sempat ada kasus THR belum dibayarkan sehari sebelum Lebaran.

Membayar THR itu wajib hukumnya! Terutama kepada pekerja formal yang tergolong tetap atau sudah bekerja paling tidak selama setahun. Pekerja kontrak pun idem ditto. Dia dianggap layak mendapatkan THR, meski tidak ada kewajiban tentang hal tersebut.

Secara detail, hak pekerja mendapatkan THR diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No PER-04/MEN/1994 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan atau biasa disebut Permenaker 4/1994.

“Pengusaha wajib memberikan THR kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus-menerus atau lebih,” begitu isi pasal 2 Permenaker itu. Sementara Pasal 4 ayat 2 mengatur soal waktu pembayaran THR. “Pembayaran THR sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dibayarkan oleh pengusaha selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan,” sebutnya.

Soal besaran THR pun sudah diatur pada Pasal 3 Permenaker 4/1994. THR nilainya sebesar satu bulan upah, yakni upah pokok ditambah tunjangan-tunjangan tetap. Jelas sudah dasar hukum pembayaran THR. Pengusaha tak bisa lagi mencari alasan menunda pembayaran THR atau memundurkannya.

Sanksi hukum menanti mereka jika mengabaikan hak-hak karyawan seperti diatur dalam Pasal 17 UU No 4/1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja. Pekerja pun berhak mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), jika tidak mendapatkan THR. So, mari kita menanti THR.


Read more »

Selasa, 09 Juli 2013

Ini Dia Jadwal Puasa 2013

Suryadharma Ali tak terlihat gundah sama sekali. Di hadapan kamera wartawan, Menteri Agama itu lugas menyatakan kesimpulan mulainya puasa. Pemerintah pun akhirnya menetapkan Rabu (10/7/2013) sebagai awal Ramadan. “Atas masukan dan hasil hisab, pemerintah menetapkan 1 Ramadan 1434 Hijriah jatuh pada hari Rabu 10 Juli 2013,” ujar Suryadharma dalam sidang Isbat di Kantor Kementerian Agama, Jakarta.





Read more »