Senin, 20 Juli 2009

Luar Biasa Gisavo!!

Gisavo sungguh luar biasa. Ia berhasil mengatasi ketegangannya saat tampil menyanyi pada acara launching produk Mountea Starfruit rasa belimbing, di Bandung Indah Plaza (BIP), Minggu (19/7) sore. Padahal saat itu adalah kali pertama dia manggung di depan penonton yang lumayan banyak. Belum lagi, ia juga harus tampil bersama sejumlah penyanyi dewasa yang jelas-jelas bukan komunitasnya. Namun, dengan suara kanak-kanaknya yang khas, Gisavo sukses meluncurkan dua lagu. Lagu pertama berjudul “Aku Bisa” sedangkan lagu kedua berjudul “Cinta untuk Mama”. Meski ada beberapa nada yang sedikit meleset, secara keseluruhan penampilannya cukup memukau penonton. Tepukan hangat pun terdengar begitu dia merampungkan dua lagu.


Dua minggu lalu ajakan manggung di BIP memang sudah dilontarkan Kang Deni, guru vokal Gisavo di Purwa Caraka Music Studio (PCMS) Jalan Sriwijaya. Saat itu, Kang Deni memberi kabar mengenai rencananya mengajak Gisavo manggung di BIP pada Minggu (19/7). Meski belum mengetahui persis dalam rangka apa anakku tampil, aku mengiyakan ajakan tersebut. Gisavo pun begitu. Dia sangat bersemangat begitu mengetahui bakal naik panggung lagi setelah lama tidak tampil di depan umum. “Asyik, Gisa nyanyi di panggung lagi pak?” ujar anakku sumringah. “Iya, nanti Gisa manggung lagi sama Oom Deni. Gisa seneng kan naik panggung?” jawabku sambil bertanya. Dia mengangguk.

Kang Deni memang rajin mengajak anakku mentas. Entah lantaran usia anakku yang masih kecil ditambah badannya yang mungil atau memang suaranya bagus, aku tidak tahu. Toh, melihat keberaniannya menyanyi di atas panggung dan ditonton orang banyak, aku sudah cukup puas. “Gisa nanti nyanyi dua lagu: Aku Bisa dan Cinta untuk Mama,” kata Kang Deni, di PCMS Sriwijaya usai mengajari anakku menyanyi. Aku sempat kaget dengan rencana Kang Deni menyuruh Gisavo menyanyikan “Aku Bisa” mengingat lagu itu terbilang cukup sulit, baik dari sisi syair, maupun nada. Selain itu, Gisavo juga baru satu kali belajar menyanyikan lagu itu. Kalau lagu “Cinta untuk Mama” tak terlalu aku pikirkan. Dia sudah sangat hapal betul lagu itu. Untuk memudahkan latihan anakku, Kang Deni merekamkan minus one lagu "Aku Bisa". Sejak saat itu, anakku mulai berlatih di rumah, mendengarkan teks, lantas menyanyikannya diiringi musik.

Sabtu (11/7) lalu, seperti biasa anakku kembali berlatih vokal di PCMS Sriwijaya. Setelah sebelumnya selama satu minggu berlatih lagu “Aku Bisa”, Gisavo sudah mulai mahir, meski ada beberapa kata yang salah. Latihan berjalan mulus. Tingkat kesalahan Gisavo dalam menyanyikan lagu tersebut tidak terlalu banyak. Kang Deni pun mengingatkan lagi tentang rencana pentas di BIP. Tapi, lagi-lagi dia tidak menyebutkan acaranya. “Nanti hari Minggu jangan lupa. Acaranya siang,” kata Kang Deni. “Siap Kang,” jawabku. “Gisa masih mau naik panggung kan?” tanyaku memastikan. Anakku menjawab mantap. “Iya pak, Gisa masih mau naik panggung,” jawab Gisavo.

Ada kisah lucu saat Gisavo diminta berlatih bersama di sebuah studio Jalan Cijagra bersama Kang Deni Cs. Melihat banyaknya pemain band yang tidak dia kenal, Gisavo tiba-tiba mogok berlatih. Aku dan istriku berusaha membujuknya agar mau berlatih diiringi musik band. Namun, Gisavo bergeming, tetap tak mau bernyanyi. Dipaksa pun percuma. Dia malah menangis saat berlatih lagu “Cinta untuk Mama”. Akhirnya, kami pulang. Di rumah, aku menasihatinya agar tidak mogok bernyanyi saat tampil di BIP. Istriku mengiming-imingi dia hadiah. Hampir seisi rumah juga menjanjikan hadiah jika Gisavo tampil bagus. Beberapa saat, Gisavo termenung. Dengan iming-iming sejumlah hadiah, Gisavo pun berjanji akan tampil bagus pada hari H.

Hari yang dinantikan tiba. Selain aku dan istri, bapak, adik ipar, serta mertuaku juga ikut menonton penampilan Gisavo. Melihat gebyar acara launching produk Mountea rasa belimbing yang cukup meriah, aku sempat ragu apakah Gisa masih mau tampil atau tidak. Selain itu, acara launching tersebut tampaknya tak ada kaitannya dengan PCMS. Gisavo murni diajak manggung oleh Kang Deni. “Gisa masih mau nyanyi kan? Gak takut kan?” tanyaku. Beruntung, dia masih menjawab mau. Namun, tetap saja aku tegang. Khawatir Gisavo mogok tampil seperti saat berlatih bersama pemain band. Istriku juga sama. Dia tampak tegang, duduk di pinggir panggung menemani Gisavo.

Sebelum Gisavo tampil, Kang Deni bersama kawan-kawannya menjadi band pembuka. Kalau tidak salah, mereka menyanyikan empat lagu. Di pinggir panggung, Gisavo mulai pucat. Namun, dia tetap mengaku siap menyanyi. Mungkin bayangan hadiah sudah di depan mata. Selesai menyanyi, Kang Deni memanggil nama Gisavo. Ya, Gisavo pun berjalan di atas panggung. Langkahnya tampak mantap. Ia terlihat tampan dengan kemeja kuning dan celana jeans hitam. “Gisavo mau nyanyi lagu apa?” tanya Kang Deni. “Aku Bisa,” jawab Gisavo. Musik mulai terdengar. Kepala Gisavo bergerak ke kiri dan kanan, mengikuti irama lagu. Ketegangan pun cair. Penonton bertepuk begitu Gisavo menyelesaikan dua lagu. Dalam perjalanan pulang, sejumlah ibu-ibu menyalaminya. Ah, anakku memang luar biasa. Sesuai judul lagu yang dinyanyikannya, Gisavo berhasil membuktikan bahwa dia bisa.

Read more »

Rabu, 08 Juli 2009

Si Bolang, Bocah Pencari Belalang

Trans 7 punya tayangan film anak-anak yang diputar selama 30 menit setiap hari pukul 12.30. Film itu berjudul Si Bolang, singkatan dari Bocah Petualang. Sosok Si Bolang adalah sebutan dari seorang anak setempat yang memimpin teman-temannya berpetualang di sekitar tempat tinggalnya. Di setiap episodenya, tokoh itu selalu berganti. Namun, ia tetap digambarkan sebagai bocah yang berusia sekitar 12 tahun. Acara Si Bolang terasa bagaikan oase di tengah kegarangan dan gersangnya dunia anak-anak di televisi. Pasalnya, Si bolang mampu menampilkan satu sisi dunia anak yang sudah lama hilang.


Nah, hampir di setiap episodenya, bocah-bocah dan tokoh Si Bolang akan menampilkan petualangan-petualangan seru. Di sana, bocah-bocah seolah bersatu dengan alam, melakukan kegiatan yang berbau alam. Mereka berburu, memancing, meniti pematang, naik pohon, mencari burung, meski sesekali juga berpetualang di kota-kota besar. Rupanya, Gisavo, anakku sangat senang menonton film itu. Begitu azan Zuhur berkumandang, biasanya dia langsung duduk rapi di atas karpet dengan mata tertuju ke layar televisi, menunggu tayangan Si Bolang. Saking seringnya, ia jadi hapal jingle tayangan Si Bolang. “Bolang si bolang, si bocah petualang,” teriak anakku melantunkan jingle film Si Bolang.

Film Si Bolang rupanya mengilhami khayalan anakku. Ia tiba-tiba menyebut dirinya sebagai Si Bolang. Bukan lantaran sering berpetualang seperti Si Bolang, tapi karena dia sering mencari belalang di mana saja, terutama di lapangan rumput dekat rumah mertua. “Bapak, Gisa juga sekarang jadi Si bolang: Bocah pencari belalang,” ujarnya sambil membawa botol air mineral kosong yang sudah diisi belalang. Ya, setiap hari hobi Gisavo memang mencari belalang. Hampir setiap waktu, entah itu saat hendak pergi sekolah atau sepulang sekolah, dia selalu mendatangi rerumputan. Tubuh kecilnya mengendap-endap di antara rerumputan. Satu, dua, tiga, empat belalang didapat. Dengan sigap, ia masukkan belalang-belalang tersebut ke dalam botol air mineral plastik. Tentu saja botol itu sudah dilubangi agar udara bisa masuk sehingga serangga herbivora yang berhasil ditangkap itu tidak mati.

Belalang yang sudah ditangkap itu lantas dipamerkan ke seluruh penghuni rumah. Beberapa di antaranya dikeluarkan dari botol untuk dimainkan. Botol berisi belalang itu bahkan kerap dibawanya tidur. Tak heran, saat hendak tidur, aku kerap mendengar suara-suara aneh seperti benda berjatuhan di atas plastik. Selidik punya selidik, suara itu berasal dari belalang hasil tangkapan anakku yang berloncatan di dalam botol. Beberapa hari disimpan di dalam botol, belalang itu tentu saja mati. Nah, jika sudah mati, seluruh hewan itu menjadi makanan ikan lele yang ada di kolam mertuaku.

Hmmm, hobi anakku memang aneh. Dia betul-betul penyuka binatang. Tak hanya belalang, serangga pun tak luput dimainkannya. Kalau ikan, waah, jangan ditanya lagi. Kucing, hmmmm, itu binatang favoritnya. Seandainya tak dilarang, Gisavo juga sempat mengaku ingin memelihara ular. Di kebun binatang, hampir seluruh binatang ingin ia pegang. Untung, sebelum hal itu dilakukannya, Gisavo selalu bertanya apakah hewan yang didekatinya termasuk buas atau jinak. Kalau disebut buas ia urung mendekati binatang itu. Tapi kalau binatang itu dibilang jinak, Gisavo langsung memburunya. Begitulah Gisavo Si Bolang, bocah pencari belalang. Bagi bocah yang sebentar lagi berusia 5 tahun itu, sepertinya tiada hari tanpa binatang. Apalagi yang namanya belalang. “Bolang si bolang, si bocah pencari belalang…” senandung Gisavo mengubah syair lagu Si bolang.

Read more »